0

Optimislah, Jangan Pesimis !

Minggu, 13 Mei 2012
Share this Article on :
Kita harus yakin bahwa Allah Mahakuasa. Tak ada yang terlepas dari kekuasaan-Nya. Di ‘tangan-Nyalah’ segala sesuatu. Allah Maha mengatur, Allah Maha berkehendak, Allah yang membuat sesuatu menjadi mulia, dan Allah pula yang membuat sesuatu menjadi hina. Jika Allah menghendaki sesuatu terjadi, meskipun sulit menurut kita, maka itu pasti terjadi. Kepercayaan akan semua ini, dalam pandangan Islam dikenal dengan sebutan tawakal. Semakin kuat kepercayaan ini, maka akan semakin tebal rasa tawakal, dan akhirnya rasa optimis dalam diri semakin bertambah. Dari rasa tawakal inilah optimis berawal. Rasa optimis haruslah mengalahkan pesimis yang bisa menyerang siapa saja. Jika ingin berhasil, kita harus bisa membangun rasa optimis dalam diri dan kita memulainya dengan memupuk rasa tawakal kepada Allah.
Optimis yang lahir dari tawakal itulah yang menyebabkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan para khalifah setelahnya bisa memenangkan banyak pertempuran melawan orang kafir. Dalam berbagai medan peperangan, sebenarnya pasukan muslim selalu kalah dalam hal jumlah prajurit, fasilitas persenjataan, kelengkapan medis, dan lain sebagainya. Tetapi sejarah mencatat, kaum muslimin hampir selalu meraih kemenangan dalam setiap pertempuran. Salah satu kuncinya adalah optimisme dan keyakinan kepada kekuasaan Allah. Pernah, kaum Muslimin agak pesimis. Yaitu, saat menghadapi Romawi di Perang Yarmuk tahun 13 Hijriah. Jumlah prajurit dan perlengkapan senjata antara dua pasukan sangat tidak berimbang. Pasukan Romawi mencapai 240.000 personel, sedangkan jumlah pasukan Islam tidak sampai 30.000 personel. Melihat hal ini, Panglima Khalid bin Walid, mencoba membangkitkan rasa optimisme pasukan Islam. Ia berteriak, “Betapa sedikitnya pasukan Romawi dan betapa banyak pasukan Islam. Banyak dan sedikit bukan dari jumlah prajurit. Pasukan dianggap banyak jika ia menang dan sedikit jika ia kalah.” Ketika itu optimisme pasukan Islam bangkit dan akhirnya mampu memporak-porandakan pasukan Romawi. Manusia, ketika dihadapkan pada hal-hal sulit atau menemukan sebuah tantangan besar, maka ada dua pilihan yang harus dia ambil salah: maju menabrak dan menjawab tantangan tersebut atau mundur tanpa melakukan apa-apa. Jika dia memilih maju, maka ada dua kemungkinan yang bisa diraih, berhasil atau gagal. Tapi, jika dia memilih diam tanpa ada usaha dan tindakan nyata, maka kemungkinannya hanya satu, yaitu gagal. Dari ini, maka diperlukan pemupukan sikap optimis dalam menghadapi setiap tantangan dan membuang jauh-jauh sikap pesimis. Optimis merupakan keyakinan diri dan merupakan salah satu sifat yang sangat ditekankan dalam Islam. Dengan sifat optimis seseorang akan bersemangat dalam menjalani hidup ini untuk menjadi lebih baik. Allah melarang dan tidak menyukai orang yang bersikap lemah dan pesimistis baik dalam bertindak, berusaha, maupun berpikir. Dalam al-Qur’an Allah berfirman (artinya): “Janganlah kalian bersikap lemah, dan janganlah (pula) bersedih hati, padahal kalianlah orang yang paling tinggi (derajatnya) jika kalian beriman.” (QS Ali Imran [3]: 139) Rasulullah Muhammad shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda, ”Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disukai Allah daripada mukmin yang lemah,…” (HR an-Nasai dan al-Baihaqi) Optimis berarti berusaha semaksimal mungkin dalam mencapai target atau standar ideal. Adanya standar ideal dan visi-misi yang jelas bisa menjadi tolok ukur dan memperjelas arah tujuan kita, agar hidup tidak sekadar mengalir begitu saja. Dengan begitu kita bisa mengetahui di manakah posisi kita dalam standar tersebut, sehingga bisa terpacu untuk menjadi lebih baik. Memang tidak ada manusia yang sempurna, kenyataan tak selalu sesuai dengan impian. Dalam mewujudkan niat dan rencana yang sudah dibuat, tak jarang kita dihadapkan pada kondisi dan keadaan yang jauh berbeda dengan harapan. Namun, yang terpenting dari semua itu adalah sejauh mana dan sekeras apa kita berusaha mencapainya. Hal ini jika tidak dihadapi dengan sikap optimis, sabar, dan disertai tawakal kepada Allah akan mempengaruhi pola pikir kita berikutnya. Allah berfirman menceritakan doa hamba-Nya: “Wahai Tuhan pemilik kekuasaan, Engkau memberikan kekuasaan kepada yang Engkau kehendaki dan mencabut kekuasaan kepada yang dikehendaki. Engkau memuliakan yang Engkau kehendaki dan menghinakan yang Engkau kehendaki. Di tangan-Mulah segala kebaikan. Sungguh, Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS Ali Imran [3]: 26) Perlu diperhatikan, optimis bukan berarti terus maju tanpa pertimbangan matang. Optimis tanpa perhitungan merupakan suatu kekonyolan dan kebodohan yang nyata. Sikap seperti ini pun dibenci oleh Islam. Islam sangat mendorong dan mendukung sikap optimis yang proporsional dan dilandasi perhitungan yang matang, di samping keyakinan yang kuat dan sikap tawakal kepada Allah. Dengan demikian, sikap optimis akan menjadi energi hidup yang terus menyala di waktu yang tepat. Kita harus selalu menumbuhkan semangat pantang menyerah, terus berdoa sambil berusaha, serta beramal dengan penuh keyakinan akan kekuasaan Allah subhanahu wa ta’ala. Bila Allah berkehendak hal tersulit sekalipun akan menjadi sangat mudah bagi kita. Jika belum mencoba, jangan mengatakan tidak bisa. Seorang mukmin tidak boleh kalah sebelum berperang. sumber:www.madinatulilmi.com


Artikel Terkait:

0 komentar:

Posting Komentar

Doa memberikan kekuatan pada orang yang lemah, membuat orang tidak percaya menjadi percaya dan memberikan keberanian pada orang yang ketakutan.